KARTOGRAFI DIFABEL
Soal aksesibilitas dalam sains dan pengetahuan, apalagi krisis iklim, bagi netra dan tuli masih jauh tertinggal.
Bahkan pengakuan yang jujur dari seorang mahasiswa difabel netra baru menyentuh globe lebih setelah dua puluh tahun. Hal ini terungkap saat pameran Road to International Disability Day 2023 yang berlangsung Minggu lalu di Gedung Design Center ITB.
DILANS Indonesia memamerkan hampir semua alat peraga pendidikan khusus untuk difabel netra, baik yang beredar dipasar maupun dibuat secara khusus untuk kepentingan pameran ini. Globe dengan diameter 60-80 cm harganya sekitar 3-4 juta rupiah, peta sekitar 1 -2 juta rupiah untuk peta ukuran 100 cm × 60 cm. Materialnya sedikit rapuh, keseringan disentuh akan cepat rusak dan hilang semua informasinya.
Harga ini relatif mahal bila dibandingkan dengan globe dan peta untuk non-difabel. Informasi yang ditampilkan sangatlah minimalis. Tidak sepenuhnya menggambarkan berbagai kaidah-kaidah Kartografi yang sudah menjadi dasar dalam pemetaan, arah Utara dan legenda diantaranya.
Karenanya DILANS mengajak para ahli peta (Geodesi, Geografi, Geofisika, Geologi) untuk membuat panduan “Kartografi Difabel” untuk para produser globe dan peta yang mungkin tidak sepenuhnya memiliki latar belakang keilmuan di bidang ini.
Bagi difabel netra, persepsi dibangun dari pengalaman “mikro” ke “makro”. Mungkin kita masih ingat ceritera yang sudah sejak kecil diceritakan turun-temurun manakala beberapa difabel netra mendeskripsikan seekor gajah. Semuanya akan berujung pada kesimpulan yang berbeda. Seorang yang mulai dengan menyentuh ekor, mungkin akan menyimpulkannya gajah seperti ular.
DILANS mendorong agar alat peraga untuk peta dan globe tersebar luas, termasuk tersedianya atlas sumberdaya alam Indonesia.
Negara harus memenuhi kesenjangan akses ini, @nadiemmakarim @hilmarfrd @brin_indonesia @infogeospasial @infobmkg @psg_kesdm @komnas.ham @komnasdisabilitas @ikatan.surveyor.indonesia @igi_geografi